[REVIEW – SPOILER ALERT] Attack on Titan: Perubahan Sudut Pandang yang Membawa Resiko
Yang namanya sebuah adaptasi
pasti tak akan luput dari perbandingan-perbandingan dengan sumber
aslinya, dan kala si sumber itu sepopuler dan sedahsyat manga dan anime Shingeki no Kyojin dengan popularitas setinggi awan yang bahkan bisa menembus crossover
dengan Marvel, tak heran kalau ekspektasi para penontonnya ikut meroket
juga. Hmm, mungkin banyak yang awalnya pesimis karena tak bisa
membayangkan, bagaimana SnK yang sangat ‘anime’ dan ‘manga’ dibikin live-action-nya, tapi mungkin ada segelintir dari kalian yang ‘termakan’ oleh suguhan trailer-nya yang ternyata bisa tampil cukup keren dan tampak menjanjikan banyak adegan aksi yang ciamik.
Eh, ternyata banyak
ekspektasi yang runtuh dengan begitu mudahnya. Kenapa? Satu hal yang
penting menurut saya, adalah karena kita tidak menyangka akan adanya
perubahan sudut pandang yang bisa dibilang drastis dari sumber asilnya.
Kalian yang mengharapkan parade aksi keren sudah pasti akan kecewa
(apalagi karena di-PHP trailer-nya, hehe), karena Attack on Titan
yang satu ini memilih untuk mengambil pendekatan yang sangat manusiawi
ketimbang menjual aksi. Ia berusaha membuat penonton masuk ke dalam
dunianya dengan tetap memposisikan kita sebagai manusia. Pernah berpikir
bagaimana rasanya kalau kota kita tiba-tiba diserbu, diacak-acak dan
mengalami pembantaian massal oleh para Titan? Ya, beginilah ngerinya,
dengan darah dan potongan-potongan tubuh berserakan di mana-mana. Dua
jempol deh untuk para staf yang sukses membuat para Titan tampil sangat disturbing.
Perubahan karakter di
sana-sini juga mengundang protes dari banyak penggemar (termasuk saya),
dari mulai kenapa Armin nggak bule dan Levi kaichou si kapten idola absen dari adaptasi yang satu ini. Tapi, setelah dipikir-pikir lagi, Attack on Titan live-action
ini memang tidak bertujuan untuk menjadi adaptasi yang setia dengan
sumber aslinya, dan karenanya, harus ada sejumlah elemen krusial yang
diubah untuk dapat masuk ke dalam formula baru film ini, tak terkecuali
perubahan para karakter yang sebenarnya sekaligus juga berfungsi untuk
membantu para fans ‘move on’ dari imej para karakter anime dan manga-nya yang sudah begitu kental nempel di otak kita. Armin manga dan anime, ya Armin manga dan anime. Armin di film, ya Armin di film (biarin masih tetep uke, #menggampardirisendiri).
Tapi, kekecewaan saya muncul
dalam diri Shikishima yang memang di film sedikit banyak mengisi
kekosongan yang ditinggalkan Levi. Dia memang bukan Levi, tapi saat Levi
yang tidak berusaha kelihatan keren malah terlihat keren, yang terjadi
pada Shikishima justru sebaliknya. Dia asik main Twlight-Twilight-an
sama Mikasa dan nonton dengan santai di atap gedung kala pasukan Eren,
dkk jadi korban pembantaian para Titan di bawah sana. ‘Hoooy Pak, anda kapten loh!‘ kontan saya teriak (dalam hati). Sejumlah adegan yang rasanya konyol juga unfortunately harus saya jumpai di sini, mulai dari sekuat-kuatnya orang kok bisa nge-smack down titan, sampai Sasha yang saya nggak habis pikir ngapain bawa-bawa panah padahal udah jelas nggak akan guna.
Anyway, kualitas setting dan CGI Attack on Titan
bagi saya patut diacungi jempol, apalagi karena tingkat kesulitannya
yang memang menuntut penerapan CGI dalam jumlah besar, meski sejauh ini
saya masih paling kesengsem sama begitu mulusnya Migi dihidupkan di Parasyte. Walaupun masih terdapat kekurangan di sana-sini, pendekatan manusiawi yang diambil juga bisa saya pahami dan hargai untuk membuat para audiens lebih bisa relate
dengan para karakternya — dari bagaimana rasanya kehilangan orang-orang
terkasih, ketakutan menghadapi kematian yang hampir pasti, dan
keinginan untuk ber-icha-icha (alias ber-iya-iyalah) bersama
kekasih tercinta (atau sama Haruma Miura) untuk pertama atau terakhir
kalinya — semuanya sangat manusiawi dan hampir menghadirkan atmosfer
layaknya zaman perang, di mana setiap hari kita tidak tahu akankah masih
cukup beruntung untuk dapat melihat matahari terbit esok hari. Terkait
masih minimnya adegan aksi dan masalah Shikishima, saya prediksi akan
lebih dibereskan di Part 2-nya. Mungkin supaya sang kapten tidak membuat karakter Eren (yang masih banyak galau di Part 1
ini) berada dalam bayang-bayangnya, supaya dengan kekuatan Titan-nya,
Eren bisa ‘menghukum’ Shikishima si kapten sok ganteng dengan merebut
Mikasa dari pelukannya. Apakah kalian juga punya harapan yang sama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar